Wednesday, January 10, 2007

Sejarah Paroki Santa Klara

RINTISAN AWAL
Pada tahun 1995 Provinsial Kapusin Medan mengadakan kontak dengan pimpinan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), menyampaikan keinginan untuk berkarya di KAJ. Keinginan ini disambut baik oleh Pimpinan KAJ. Disetujui bahwa Kapusin dapat membuka paroki baru di pinggiran Jakarta; ditawarkan Bekasi Utara. Segera sesudah kesepakatan itu, diminta supaya pastor kapusin yang akan ditugaskan di KAJ segera datang untuk mempersiapkan pembukaan paroki baru.
Tanggal 1 September 1995 dua pastor Kapusin, yakni P. Thomas S. Saragi dan P. Albert Pandiangan, tiba di Jakarta dan siap membuka paroki baru. Dalam pembicaraan dengan pihak KAJ dan Paroki Arnoldus, disepakati bahwa Bekasi Utara akan diserahkan kepada reksa pastoral pastor-pastor Kapusin. Maka kedua pastor Kapusin itu sejak 1 Oktober 1995 mulai berkarya di Bekasi Utara. Untuk sementara mereka tinggal di rumah kontrakan di perumahan Taman Wisma Asri.

EMBRIO PAROKI
Empat wilayah diserahkan kepada pelayanan Kapusin sebagai bakal paroki: dua wilayah dari Paroki Santo Mikhael, Kranji, yakni wilayah Santo Yohanes Pemandi dan Wilayah Santa Anastasia, dua wilayah dari Paroki Arnoldus, Bekasi, yakni wilayah Santa Veronika dan Wilayah Santo Matius. Semuanya 20 lingkungan dengan 2.500 jiwa orang Katolik yang terhimpun dalam 600 keluarga. Keempat wilayah ini membentuk satu stasi yang secara formal menjadi bagian dari Paroki Arnoldus.
Kedua wilayah yang berasal dari Paroki Kranji [St. Yohanes Pemandi dan St. Anastaasia] sudah lama merupakan stasi, dengan kapel yang berkapasitas sekitar 200 orang. Kapel ini terletak di kompleks Perumahan Seroja, dan untuk langkah awal, kapel ini menjadi pusat kegiatan bagi calon Paroki Bekasi Utara.
Kedua imam kapusin ini juga menerima limpahan Panitia Pembangunan Gereja (PPG) yang sudah dibentuk oleh Paroki Arnoldus pada 25 Mei 1995. Tugas pertamanya adalah mencari lahan dan menghimpun dana. PPG ini juga menanggung kebutuhan pastor sebelum didirikan Dewan Stasi/Paroki.

BERBENAH
Usaha pertama yang mendesak adalah pembentukan Stasi Bekasi Utara. Dalam kerangka ini dihimpunlah para ketua wilayah dan lingkungan, termasuk pengurus Stasi Seroja. Stasi Seroja yang sudah ada kemudian diperluas menjadi Stasi Bekasi Utara yang kini meliputi empat wilayah dan 20 lingkungan. Dewan Stasi Bekasi Utara pun dibentuk dengan memperluas kepengurusan (bekas) Stasi Seroja; beberapa orang dari wilayah Veronika dan Matius ditambahkan. Dengan demikian, terbentuklah Stasi Bekasi Utara lengkap dengan Dewannya. Bahkan nama pelindung pun sudah dipilih, yakni Santa Klara.
Perayaan Ekaristi mingguan secara rutin dilaksanakan di kapel Seroja: hari Sabtu pk. 19.00 dan hari Minggu pk. 07.00. Kemudian juga diadakan di Taman Wisma Asri (menyewa ruko) pada Minggu sore pk. 18.00. Pada hari-hari biasa, Selasa, Rabu, Kamis, dan Jumat malam, pk. 19.30, pastor mengadakan kunjungan pastoral ke lingkungan-lingkungan untuk misa lingkungan atau misa mudika. Kesempatan ini juga dimanfaatkan untuk lebih mengenal umat.
Sejak Januari 1996 Stasi St. Klara Bekasi Utara mempunyai administrasi sendiri, terpisah dari Paroki Induk Arnoldus. Pembaptisan mulai dicatat dalam Buku Baptis sendiri. Dari Buku Baptis (I) dapat diketahui pembaptisan pertama di Stasi St. Klara Bekasi Utara terjadi pada 6 April 1996. Dua orang anak dari Kel. Kinsono – Deborah dibaptis di kapel Seroja oleh P. Thomas S. Saragi OFMCap.
Lingkungan dan umat pun didata kembali. Ternyata ada beberapa lingkungan yang terlalu besar jumlah warganya, sehingga perlu dimekarkan. Dari proses pemekaran selama 1996 jumlah lingkungan menjadi 27, terhimpun dalam 8 wilayah.
Sesuai dengan keputusan rapat Dewan Pleno Stasi St. Klara, pada tanggal 11 Februari 1996 wilayah dan lingkungan St. Veronica dimekarkan. Lingkungan St. Veronica 7 dimekarkan menjadi 3 lingkungan (7, 7A dan 7B). Wilayah Veronica pun mengalami pemekaran, sekaligus penggantian nama wilayah: Wilayah St. Veronica (I) menjadi Wilayah St. Elisabet, meliputi Lingkungan St. Veronica 2,4,5 yang selanjutnya disebut Lingkungan St. Elisabet 1, 2 dan 3. Wilayah St. Veronica II menjadi Wilayah St. Antonius, meliputi Lingkungan St. Veronica 1, 3 dan 5 yang selanjutnya menjadi Lingkungan St. Antonius 1, 2 dan 3. Wilayah St. Veronica III menjadi Wilayah St. Agnes, meliputi Lingkungan St. Veronica 7, 7a dan 7B, yang selanjutnya menjadi Lingkungan St. Agnes 1, 2 dan 3.
Pada bulan Juni 1996 Wilayah St. Mateus juga mengalami pemekaran. Wilayah St. Mateus 1A meliputi lima lingkungan 1A, 1B, 2A , 2B, dan 3). Sedangkan Wilayah St. Mateus 1B menjadi Wilayah St. Andreas meliputi tiga Lingkungan St. Matius 4A, 4B dan 5, yang selanjutnya menjadi Lingkungan St. Andreas 1, 2 dan 3.
Dari dua wilayah warisan dari Paroki Mikhael (Yohanes Pemandi dan Anastasia) muncul satu wilayah baru: Wilayah Fidelis.
Dari pendataan ulang di tahun 1996 tercatat jumlah umat sudah mencapai 3.519 jiwa, terhimpun dalam 930 keluarga.

MENYONGSONG PERESMIAN
Melalui proses sepanjang tahun 1996 struktur kepengurusan paroki beserta susunan personalianya semakin dimantapkan, bukan hanya dalam kelengkapan, tetapi juga dalam kinerjanya. Pengurus inti meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, dengan bendahara. Di samping mereka ada beberapa anggota yang masing-masing membidangi beberapa seksi. Dengan cara ini semua seksi dapat didampingi dan dipantau kegiatannya.
Pada 9 Desember 1996 Pengurus Stasi menyampaikan laporan situasi dan perkembangan Stasi kepada Pimpinan KAJ untuk mempertimbangkan peresmian paroki dalam waktu dekat. Surat/laporan ditandatangani oleh Fransiskus Setiyadi sebagai Sekretaris dan P. Thomas S. Saragi OFMCap sebagai Ketua Dewan.
Cukup lama Pimpinan KAJ mempelajari permohonan calon Paroki St. Klara. Sampai akhir 1997 belum ada tanda-tanda Pimpinan Keuskupan akan meresmikan Paroki Santa Klara. Tetapi hal ini tidak menyurutkan semangat para pengurus Dewan Stasi.
Pada tahun 1998 Dewan Stasi St. Klara mengadakan pembaruan pengurus. Setiap lingkungan dan wilayah diminta mengajukan calon-calon untuk dipilih menjadi pengurus Dewan Stasi yang diharapkan juga menjadi pengurus Dewan Paroki bila segera diresmikan.
Akhirnya, saat yang diditungu-tunggu pun tiba. Pada 11 Agustus 1998, Pimpinan Keuskupan mengeluarkan surat pernyataan berdirinya PGDP Santa Klara. Dengan itu resmilah berdiri Paroki Santa Klara Bekasi Utara. Dalam SK Pimpinan KAJ juga disahkan pengurus yang telah dipilih. Ditulis dalam SK tersebut:
“Untuk pertama kalinya kami menetapkan personalia Badan Pengurus Gereja dan Dana Papa R. K. Gereja Santa Clara sebagai berikut:
Ketua : Pastor Thomas S. Saragi, OFMCap.
Wakil Ketua : Ernest Mariyanto
Sekretaris : Fransiskus Setiyadi
Bendahara I : Y. M. R. Amalia Hindarto
Bendahara II : M. I. Enie W. Hendro Ismanto
Anggota : Pastor Ignatius Simbolon, OFMCap.
FX. Banudajadji
A. M. Adjisuksmo
Hugo Anjarpranoto
SK di atas langsung disusul dengan tiga surat terkait, yakni:
1. Surat Pendirian PGDP Paroki Santa Klara dengan nomor: 1219A / 3.25.2 / 98.
2. Surat Pengangkatan Pengurus Badan Gereja PGDP Paroki St. Klara dengan nomor: 1219B / 3.25.2 / 98.
3. Surat Kuasa kepada Ketua, Sekretaris, dan Bendahara I PGDP Paroki Santa Klara untuk bersama-sama bertindak dan atas nama uskup, selaku pendiri Badan Hukum Gereja yang bernama “Pengurus Gereja dan Dana Papa Paroki Santa Klara”, dengan nomor: 1219C / 3.25.2 / 98.

MENCANANGKAN ARAH
Mengawali tugas pelayanannya Dewan Paroki merumuskan Haluan Pastoral Paroki untuk tiga tahun pertama: 1998-2001. Dalam HPP ini dirumuskan: visi, misi, dan prioritas kegiatan paroki.
Visi Paroki St. Klara adalah terwujudnya umat yang mandiri, guyub, misioner, berdaya pikat, berdaya tahan, memasyarakat.
Misi Paroki St. Klara mencakup empat hal: 1) Meningkatkan penghayatan iman Katolik di kalangan umat paroki, khususnya di tingkat lingkungan sebagai kelompok basis gerejawi. 2) Menciptakan suasana bagi generasi muda untuk menjadi kader yang tangguh untuk Gereja dan tanah air. 3) Mengupayakan tindakan proaktif untuk menanggulangi akibat dari berbagai krisis yang dihadapi masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang paling menderita. 4) Membina hubungan baik dengan masyarakat, khususnya umat Islam, melalui kegiatan sosial kemasyarakatan dan ekonomi.
Sedangkan Prioritas Pastoral Paroki St. Klara meliptui empat hal juga: 1) Menata dan membina jemaat yang tangguh di lingkungan. 2) Meningkatkan kinerja dan peran serta para pengurus/pelayan jemaat. 3) Kaum muda: Meningkatkan kreativitas, kualitas dan kuantitas. 4) Kaum miskin: menanggulangi dampak krisis secara konkret, a.l. menemani dan membantu semaksimal mungkin para kurban krisis di segala bidang kehidupan.
SINODE PAROKI ST. KLARA
Pada tahun 2001, sesuai dengan arahan Panitia Sinode II Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), Paroki Santa Klara mengawali kegiatan sinode dengan pemetaan situasi paroki. Lewat kegiatan pemetaan ini, dihimpun data antara lain sebagai berikut: Peta/Denah Lingkungan, Data pengurus lingkungan, Data Umat Lingkungan, Perkembangan Umat Lingkungan, Laporan Keuangan Lingkungan, Masalah yang Dihadapi Lingkungan
Tujuan pemetaan paroki antara lain: Menjaring dan menyediakan data/informasi serta analisis yang tepat tentang situasi dan masalah yang berkaitan dengan keberadaan dan kegiatan umat di paroki Santa Klara Bekasi Utara. Hasil pemetaan situasi diharapkan dapat menjadi salah satu acuan untuk menyusun program secara komprehensif yang hasil akhirnya berupa Haluan Pastoral Paroki Santa Klara sebagai pedoman bagi segenap pengurus di semua tingkatan, terutama para pengurus lingkungan dan seksi-seksi Dewan Paroki dalam pelayanan terhadap umat. Hasil pemetaan juga dimanfaatkan untuk menyusun laporan ke KAJ.
Hasil – Evaluasi: Lain yang direncana, lain yang terlaksana. Seluruh proses tertunda. Khususnya penghimpunan data yang direncana-kan terlaksana selama Maret 2001 ternyata memakan waktu beberapa bulan. Tetapi hasilnya, cukup memuaskan. 35 dari 43 (81%) lingkungan menyerahkan data, ada yang dalam bentuk data isian (kertas), ada yang dalam bentuk disket, ada pula yang dalam bentuk disket dan print out. Kendala muncul pada tahap finalisasi data. Tetapi sejumlah data sudah dimanfaatkan, antara lain untuk pembuatan papan data paroki yang dipajang di sekretariat paroki dan untuk persiapan Sidang Pleno Paroki 1-2 Februari 2003.
Dari pemetaan Sinode, tercatat jumlah umat Paroki St. Klara 6.125 jiwa, terhimpun dalam 1.503 KK, 10 wilayah, 43 lingkungan. Baptis (anak dan dewasa) 2002 (1 tahun) 296 (4.8% dibandingkan jumlah warga), pernikahan 30 pasang.
KOMUNITAS BASIS
Pada tanggal 1-2 Februari 2003 Paroki Santa Klara menyelenggarakan Sidang Pleno. Setelah mengamati “potret paroki” yang dirumuskan dari hasil “sinode lingkungan” dan mencermati arahan dari Keuskupan Agung Jakarta, sidang merumuskan Komunitas Basis (KB), baik di tingkat lingkungan maupun di tingkat keluarga katolik, yang akan menjadi fokus kegiatan pastoral paroki di tahun 2003 dst.
Dari sosialisasi dan pengumatan KB, diakui bahwa KB yang dibentuk khusus memang belum ada. Tetapi semangat dasar KB diusahakan terwujud dalam aneka himpunan/paguyuban/lingkungan: pola kerja kolegial partisipatif, misalnya dalam: penetapan dana pastoran, peremajaan pengurus, rekruting prodiakon, penyusunan panduan pengurus lingkungan dan wilayah; semuanya melibatkan pengurus lingkungan, bahkan umat. Dalam proses ini terungkap pula semangat bottom up dan basis sentris; pemberdayaan lingkungan: Panduan Pengurus Lingkungan dan Wilayah tersebut di atas menjadi pegangan para peng-urus untuk lebih mengenal tugas dan lebih mampu melaksa-nakannya. Umat pun semakin diberdayakan dalam penye-lenggaraan pertemuan-pertemuan umat lingkungan: meman-du pertemuan, menyiapkan dan memimpin ibadat, memilih/ memimpin nyanyian, menyusun doa, berdoa secara spontan.
Semangat KB juga tampak dalam hal-hal yang menonjol di lingkungan (hasil “sinode lingkungan” Oktober 2002), antara lain: ke dalam: guyub, hidup rukun bersaudara berdasarkan cinta kasih, kebersamaan antar umat, kekompakan, persaudaraan, kekeluargaan, solidaritas yang tinggi; ke luar: jemaat yang sadar diri sebagai bagian dari masyarakat, dan terlibat dalam suka-duka masyarakat, hubungan yang baik/kerjasama dengan masyarakat sekitar, tidak ada pengelompokan/perbedaan antara ras dan suku, masyarakat sekitar dari agama lain bisa menerima umat katolik secara baik; membina hubungan baik dengan masyarakat, melalui kegiatan sosial kemasyarakatan dan ekonomi. sosial: kegiat-an orang tua asuh; mengunjungi orang sakit, melahirkan dll. dan memberi sumbangan; pembagian sembako kepada kelu-arga yang membutuhkan, baik katolik maupun non katolik.
MENYIAPKAN GEREJA FISIK
Kerja keras PPG untuk mencari lahan menjadi kenyataan pada 26 Aril 2000. Sudah diselesaikan pengurusan Sertifikat tanah. Sementara proses prosedural ke arah pembangunan gereja diupayakan, banyak kegiataan sudah dilaksanakan di lahan.
Pembangunan bedeng dari bambu seluas 12 X 20 M2 memungkinkan aneka kegiatan di lahan. Dalam bedeng ini dilaksanakan sejumlah kegiatan baik sosial, sspiritual, maupun rekreatif.
Malam tirakatan bersama tokoh masyarakat dan pemuka agama sekitar, silaturahmi dan makan siang para tokoh masyarakat dan pemuka agama sewaktu kunjungan Bapak Kardinal. Memang Bapak Kardinal tidak berpartisipasi dalam acara makan siang bersama, tetapi kunjungan beliau ke bedeng dan sapaannya kepada para tokoh sangat positif. Wakil Walikota Bekasi pernah berkunjung ke bedng ini dan bertatap muka umat paroki St. Klara. PPG juga mengorganisasi acara tirakatan malam Minggu.
Novena berantai diselenggarakan dengan melibatkan semua lingkungan separoki. Perayaan Ekaristi pun sudah beberapa kali diselenggarakan di lahan, misalnya waktu pelantikan pengurus wilayah/lingkungan; juga waktu pelantikan pengurus Dewan Paroki yang bertepatan dengan perayaan HUT Paaroki pada 2004.
Banyak kali lahan juga dimanfaatkan untuk kegiatan olahraga, baik dalam rangka perayaan HUT Paroki maupun Assisi Cup.
Termasuk dalam upaya penyiapan gereja fisik ini adalah “social engineering,” yakni segala upaya untuk menciptakan sutuasi masyarakat yang welcome terhadap kehadiran gereja. Untuk itu baik PPG maupun Dewan paroki banyak kali mengadakan kunjungan kepada tokoh agama/masyarakat dan pemerintah (AMP). Di samping itu beberapa kali bakti sosial (pengobatan murah/gratis, penanggulangan bencana alam/banjir) yang ditangani bersama oleh paroki dan masyarakat/pemerintah setempat ikut menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk keberadaan Gereja.
TALI SILATURAHMI UMAT PAROKI
Di usianya yang ke-8, atau ke-10 kalau dihitung dari awal Stasi (1996), situasi Paroki Santa Klara belum menggembirakan. Kita masih belum bisa beribadat di satu atap (gereja). Adanya dua tempat ibadat (Asri – Seroja) memang pantas disysukuri. Tetapi juga sekaligus melestarikan “ketidak-paduan” paroki. Kita bersyukur masih ada tali silaturahmi yang membuat kita semua merasa sebagai warga satu paroki, yakni:
Pastor Paroki dengan psatoran yang sama. Seluruh umat paroki, walau terkapling dalam dua kapel, tetap merasa satu karena dilayani oleh pastor yang sama. Bersama pastor, kita juga memiliki Dewan Paroki yang sama. Badan inilah yang memikirkan kebijakan dan kegiatan yang semakin memperkuat kesatuan umat paroki.
Untuk menumbuhkan dan memupuk semangat berparoki telah diciptakan Hime Santa Klara. Himne ini merangkum spiritualitas Santa Klara. Diharapkan lewat himne ini semangat tersebut tertanam dalam benak umat Santa Klara, dan dengan demikian diharapkan tercipta persekutuan dan terpupuk jatidiri sebagai warga Santa Klara.
Meski belum ada bangunan sebagai simbol kesatuan umat paroki, lahan gereja yang dimiliki Paroki St. Klara juga merupakan tali silaturahmi umat paroki.
Marilah tali-tali silaturahmi ini sungguh kita miliki, kita rawat dan kita manfaatkan untuk semakin menumbuhkan semangat berparoki, menjadi klarawan dan klarawati yang sungguh mencintai paroki ini. Amin.

1 comment:

Unknown said...

List up pastor2nya mana?...kadang berusaha mengingat namanya..susah..klo bisa juga dgn fotonya donk...